Kenapa harus dengan senyuman? Sebab, senyuman sejatinya akan membuat seseorang merasa bahagia. Senyuman juga akan membimbing seseorang untuk menjadi pribadi yang sehat dan kuat, bersikap terbuka, bersahabat, dan peduli sesama.
Berbagai persoalan hidup yang disikapi dengan senyuman sehingga melahirkan kebahagiaan ini setidaknya tergambar dalam antologi cerpen berjudul “Senyum 21” karya Solehun, yang terbit pada tahun 2020. Dari 21 cerpen yang ada di dalamnya, semuanya seakan mengajak pembaca, terutama generasi milenial, untuk jangan pernah berhenti tersenyum. Termasuk terhadap berbagai persoalan hidup yang muncul pada abad 21 atau era 4.0 ini.
Yang perlu disadari, ternyata untuk bisa tersenyum di tengah himpitan persoalan hidup bukanlah hal yang mudah. Berkaca pada cerpen dalam antologi ini, hal ini membutuhkan karakter yang kuat dari seseorang (pelakunya). Konkritnya, dia harus mampu menjelma sebagai sosok yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai iman dan taqwa, patriotik, kasih sayang, kejujuran, atau integritas diri ke dalam kehidupan aktual sehari-hari.
Jika direnungi, memang banyak persoalan hidup yang dapat menimpa seseorang. Dengan membaca antologi cerpen ini, kita pun menemukan beragam persoalan hidup tersebut.
Ada persoalan hidup yang hadir karena kondisi zaman yang sudah demikian akrab dengan fenomena gadget dan digital. Ini terlihat pada cerpen “Jarimu Harimaumu”, “Terbuai Game Online”, dan “Ojek Simpang”. Juga ada pada cerpen “Gara-gara Ingin Viral”, ”Youtuber”, dan “The World has Changed”.
Ada pula persoalan hidup yang timbul karena salah pergaulan sehingga seseorang terjerumus pada aksi begal, tawuran, geng motor, dan penyalahgunaan narkoba. Ini tergambar pada cerpen berjudul “Salah Pilih Teman”, “Buah Tawuran”, “#savepratama”, dan “Four F”.
Persoalan yang terkait dengan akhlak atau norma sosial juga tergambar dalam kumpulan cerpen ini. Di sini, kita menemukannya pada cerpen berjudul “Dikejar Xpander”, “Tak Mau Jadi Gelandangan”, dan “Bermain Jawaban Soal”.
Persoalan himpitan ekonomi juga turut mewarnai antologi cerpen ini. Cerpen berjudul “Jualan Online” dan “Ayah Tersenyum di Kuburnya” setidaknya memotret persoalan ini.
Sementara persoalan hidup yang bersinggungan dengan ragam karakter seperti peduli sosial, jujur, dan patriotik terlihat pada cerpen “Panggilan Puisi”, “Kantin Tipu-Tipu”, dan “Pingsan di Hari Pahlawan”.
Pada bagian lain, ditemukan pula persoalan yang menghadang di tengah upaya pengembangan minat dan bakat generasi. Dengan membaca cerpen “Da’i Remaja”, “Milenial Berdangdut”, dan “Yes, Aku Bisa!”, persoalan tersebut akan kita temukan.
Dengan mempertimbangkan temanya yang secara umum mengangkat kemampuan generasi muda dalam mengatasi pernak-pernik persoalan hidup, antologi cerpen ini tentu bermanfaat bagi penguatan pendidikan karakter di sekolah. Bahkan lebih luas, antologi cerpen ini dapat menjadi instrumen bahan bacaan untuk menggerakan revolusi mental di masyarakat.
Bagi peminat atau pejuang pendidikan karakter, antologi cerpen ini juga tak kalah pentingnya. Sebab, di balik ceritanya yang bergaya milenial, banyak nilai karakter yang dapat dimanfaatkan untuk penguatan karakter peserta didik dengan gaya bercerita yang tentunya bisa lebih enjoy dan mudah diterima oleh generasi milenial. Selamat tersenyum! **
Nadya Safira 3 yrs
Nice